PUISI: Tabahlah | Tak Ada Rindu Lagi - PUSTAKA PUITIKA -->

PUISI: Tabahlah | Tak Ada Rindu Lagi

TABAHLAH
Angin melarutkanku dalam malam yang begitu pengap
tak ada bayangmu menyentuh
letusan kembang api memekakkan telinga
pada suatu hari yang lampau aku ingin kita melewati malam bersama
dengan iringan tetes hujan kita berlari menembusnya
menembus batas yang tak perlu kita pertengkarkan

lalu aku kembali mencari bayangmu yang tak pernah kulupa
kubelajar menganyam rindu menjadi kantung airmata
agar setiap kali kuteteskan bisa kutampung
dan akan kau lihat ketika aku pulang

apakah kau juga tega melepaskan butir-butir indah dari matamu
mata yang mampu membiusku terbang ke awan
ketika kenangan terlalu lambat hilang
apakah kau sudah tega dengan gelisah yang kau tumpuk-tumpuk
tak segera kau bakar dengan bekas kenangan yang menyakitkan

kadang kita harus berdamai dengan mimpi
ketika rindu mencekikmu, tabahlah
karena dengan mengingatku
rindu itu akan tetap tumbuh subur menjadi hiasan saat kita bertemu
atau kau tak ingin memiliki
janganlah jalan ini terlalu terjal kulewati sendirian
terasa berat, sebab setiap langkah kau datang bersama tangismu menamparku
atau bisikmu yang tak pernah padam ketika gerimis tiba-tiba turun.
Wamena, 05012013

TAK ADA RINDU LAGIAku ingin menjadi tetesan hujan yang turun perlahan
menjadi air yang mengalir di teras-teras rumah
lalu menjadi genangan coklat dan membercaki kakimu ketika kau lewat
dan akan tetap menempel di rok hingga esok pagi
dengan begitu aku bisa melihatmu semalaman
aku memandangmu yang kedinginan

mungkin tak ada yang bisa menggambarkan rindu ketika mencapai puncak
membawa sejuta kenangan yang akan lepas menyambut pulang
gelaplah, jika kita terus mampu membawa mimpi
apakah akan ada di dalam hati untuk terus bersama
menjadi segumpal tanah di atas rumput hijau
ataukah kita tak mampu lagi memberikan harapan
lepaskan segala mimpi yang mungkin hilang
hiruplah semua udara di malam ini
mungkin akan bisa menghapus segala rindu yang memuakkan
biarkan kata ini menyangkut di pohon-pohon kering
tak ada jalan lagi
kecuali bila kita berjanji bersabar dengan tak lagi saling memikirkan

semoga kita mengerti tentang arti sebuah harapan dalan iringan hujan
menuju mimpi yang tak perlu rindu menghapusnya
wamena 08012014
SUATU SAAT NANTI
Suatu waktu saat kita benar-benar tua
dan tak mampu mengucapkan kata-kata
apakah kau masih ingin membisikkan cinta
yang mungkin kau pendam dengan segala yang mungkin akan berakhir
atau apabila saat kita mendengar segala yang terjadi benar-benar tak bisa memiliki
dengan segala luka yang ada apakah kita mampu berindu pada tubuh kita yang muda

saat rambut sudah beruban dan kulit berkeriput dan gigi tak mau lagi menempati tempatnya
apakah kau masih ingin mengajakku bercinta ketika bulan bercahaya penuh
atau memintaku membacakan secarik sajak yang kubuat dengan airmata
atau kau hanya ingin memandangku dengan menghirup teh hangat

sayang aku tak ingin kita lupa dengan segala rupa yang begitu gigil saat malam membeku
aku tak ingin kita berjalan dengan menoleh ke belakang
atau kau tak peduli dengan mimpi-mimpi yang pernah kita andaikan
wamena, 05012014
 
Thoni Mukarrom I.A., Lahir pada 15 Agustus di Tuban, Jawa Timur. Beberapa tulisanya diumumkan media lokal dan nasional (Akbar, Warta Tuban, Nusa, Surabaya Post, Jawa Pos, Bali Post, Sumut Pos, Frasa, Radar Bojonegoro, Sagang, Mayara, dan lainnya), beberapa antologi; Bulan Kebabian (Belistra 2011), antologi pelajar Mimpi Kecil (2011) Nyanyian Kesetiaan (STAIN Purwokerto 2012). Igau Danau (Sanggar Imaji, Jambi, 2012) Woman In the Mist (Diva Press 2011) Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012) Requiem Bagi Rocker (Dewan Kesenian Jawa Tengah, 2011) serta antologi tunggalnya “Kisah Seekor Kupu-kupu” terbit di Shell-jagat Tempurung (2012)

Berlangganan update artikel terbaru via email:



Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2



Iklan Bawah Artikel