Menyingkap Tirai Rindu Said Hasbullah - PUSTAKA PUITIKA -->

Menyingkap Tirai Rindu Said Hasbullah

Cerpen merupakan salah satu karya kreatif penulis yang sudah tidak asing lagi di sastra Indonesia. Namun, dari dulu hingga sekarang, ide-ide terus digali para penulis. Setiap penulis berusaha untuk bisa menulis cerpen yang “baru”, sehingga tidak “membosankan”. Hal  baru  itu adalah ide dan cara penulisan.

Rindu adalah salah satu tema yang sering diangkat. Baik untuk menyatakan suatu rasa sakit ataupun rasa senang, yang dulu pernah dirasakan. Sebagian orang menganggap tema rindu sudah “klise”. Karena dari dulu, selalu disajikan begitu-begitu saja. Sepasang kekasih, berpisah, dan ada kenangan yang dirindukan setelah perpisahan. Hanya begitu.

Namun ke-klise-an itu tidak berlaku jika penulis mampu mengemasnya dengan hal baru. Menawarkan rindu yang lain. Misal, rindu seorang laki-laki terhadap bantalnya yang sejak kecil menemaninya tidur. Atau cerita sepasang kekasih yang berpisah lalu rindu, tetapi cara penulisannya diganti, dari sudut pandang si rindu itu sendiri, bukan si laki-laki ataupun si perempuan.

Di dalam buku Tirai Rindu karya Said Hasbullah ini, terdapat lima belas cerpen yang sebagian besar bertema rindu. Rindu yang bertirai. Said menyibak tirai-tirai itu lewat tokoh-tokoh di dalamnya. Sehingga rindu itu terasa kembali. Membuat terkuaknya rasa yang pada saat itu dirasakan si tokoh, terasa kembali. Setiap cerpen disajikan secara sederhana. Dengan tutur kata yang jujur dan santai.

Ada beberapa cerpen yang terkesan berkelanjutan, berkaitan. Meskipun berbeda tokoh-tokohnya. Namun, ada benang merah yang mengantarkan cerpen satu ke cerpen lainnya. Ada juga beberapa cerpen yang kerkesan sama, karena dari ide cerita dan tokoh-tokohnya terdapat kesamaan.

Kelima belas cerpen dalam buku ini adalah Kehilangan, Tirai Rindu, Rindu Turatea, Cintaku Jauh di Pulau, Kasih di Tanjung Bira, Nostalgia di Kampus Merah, Rindu Biru, Misteri Cinta, Permataku yang Hilang Kutemukan Kembali, Sebut Namaku Bila Kamu Mau Tidur, Sepenggal Malam di Dermaga Tua, Ketika Musim Hujan Tiba, Menyingkap Tirai Biru di Tepi Pantai Merpati, Kisah Kasih di Sekolah, dan Desember Kenangan.

Berikut ini pengelompokan cerpen-cerpen yang terkesan berkaitan dan terkesan sama itu:
1. Cerita-Cerita yang Terkesan Saling Berkaitan
Membaca kumpulan cerpen Tirai Rindu karya Said Hasbullah, muncul gambar-gambar kenangan yang saling berkaitan. Seperti sebuah kotak film yang dijajakan kepada anak-anak. Anak-anak itu rela mengeluarkan uang beberapa ribu untuk melihat gambar-gambar yang diputar dalam mini bioskop. Kurang lebih seperti itulah cerpen-cerpen yang ada dalam buku Tirai Rindu ini.

Cerita dibuka dengan cerpen Kehilangan. Dikisahkan tokoh Aku yang mengenang masa kecilnya di SMP 2 Makassar dengan seorang perempuan bernama Najma. Seorang siswi pindahan yang menjadi sahabat si Aku dengan  begitu akrabnya. Di mana ada si Aku, di situ ada Najma. Namun, konflik dimulai ketika Najma harus pindah ke Surabaya, karena ayahnya dipindah tugaskan di kota tersebut (Kehilangan, halaman 11—17).

Cerita dilanjutkan dengan kisah Budi dan Yuli yang bersekolah di SMP di Makassar. Mereka adalah dua sahabat akrab yang selalu bersama. Begitu dekat, sehingga sudah seperti kakak-adik. Mereka selalu bercerita tentang kehidupan dan cita-cita mereka. Hingga suatu hari, mereka merencanakan kehidupan mereka setelah lulus dari SMP. Budi ingin melanjutkan di SMU dan masuk AKABRI. Sementara Yuli ingin melanjutkan di Keperawatan. Akhirnya setelah lulus, mereka berpisah. Karena tempat mereka melanjutkan sekolah berbeda kota (Tirai Rindu, halaman 18—25).

Selanjutnya, tokoh Aku mengenang masa SMA. Mengenang Naila, kekasihnya, yang sangat dicintai. Mereka selalu terlihat begitu mesra. Tetapi, kemudian, si Aku harus pergi ke Bandung untuk melanjutkan kuliah. Sedangkan Naila tetap di Makassar, menunggu si Aku pulang. Namun, nasib tidak mempertemukan mereka kembali (Rindu Turatea, halaman 26—33).

Dan kisah selanjutnya, kisah tentang Budi dan Yuli setelah sekian lama berpisah. Budi dengan nama samaran Diash, akhirnya menemukan Yuli, hanya karena salah sambung. Dan ternyata Yuli sudah menjadi seorang perawat. Kebetulan, adiknya Budi sakit demam berdarah, dan Yuli yang merawatnya (Permataku yang Hilang Kutemukan Kembali,halaman 69—77).

2. Cerita-Cerita yang Terkesan Sama
Dari lima belas cerpen yang ada di buku ini, ada beberapa hal yang dominan. Tokoh Diash/Diazh, setting tempat di Makassar, perempuan dari Ternate, hujan dan cita-cita untuk menjadi tentara dan perawat.

Kemiripan antarcerpen dalam hal ide cerita, memang wajar. Prasangka saya, bahwa Said menulis kelima belas cerpen ini tidak dalam jangka waktu yang lama. Maksudnya, jarak penulisan antara satu cerpen ke cerpen lain, tidak lama. Sehingga ada ke-dominan-an yang disajikan. Akibat dari pemikirannya waktu menulis cerpen-cerpen ini, Said hanya dihadapkan pada satu peristiwa pokok. Seperti nampak pada beberapa cerpen ini:

a. Kesamaan Tokoh Diash/Diazh yang Berprofesi Sebagai Penulis
Kehadiran tokoh Diash/Diazh dalam buku ini, dapat ditemukan dalam beberapa cerpen. Seperti, Cintaku Jauh di Pulau, Misteri Cinta, Permataku yang Hilang Kutemukan Kembali, Sebut Namaku Bila Kamu Mau Tidur, dan Kisah Kasih di Sekolah. Dari lima cerpen itu, ada beberapa kesamaan. Menurut prasangka saya, kelima cerpen itu adalah satu peristiwa pokok yang coba disajikan Said dengan beberapa penawaran.

Cintaku Jauh di Pulau bercerita tentang seorang perempuan dari Ternate, Aulia Adel Mulia, yang datang ke Makassar untuk menemui kekasihnya, Diash Asmara Dhara. Kisah cinta mereka berawal dari ketertarikan Aulia terhadap cerpen yang ditulis Diash. Melalui HP, mereka berkomunikasi dan menjalin hubungan jarak jauh, Makassar-Ternate. Namun, setelah bertemu, mereka merasa semakin bahagia.

Cerita yang hampir sama, disajikan Said dalam cerpennya, Misteri Cinta. Tentang Metha yang suka membaca karya sastra, lalu tertarik pada cerpen yang ditulis Diash Asmara Dhara. Sama dengan Cintaku Jauh di Pulau, Metha berasal dari Ternate dan Diash dari Makassar. Hubungan mereka pun sama, melalui HP. Bedanya hanya ketika mereka sudah berkomitmen menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, Diash tiba-tiba member kabar duka. Mereka terpaksa berpisah karena Diash dijodohkan orangtuanya. Hal ini membuat Metha sedih.

Pada cerpen Sebut Namaku Bila Kamu Mau Tidur, Diash diberi perawakan sebagai penulis yang cacat. Tetapi, prestasinya tetap baik. Cerpen-cerpennya mampu menembus koran local dan nasional. Termasuk di tempat tinggal Risma, kekasihnya, di Ternate. Awal  kisah cinta yang (masih) tetap sama, gara-gara ketertarikan Risma terhadap cerpen Diash. Hubungan jarak jauh melalui HP. Namun, di akhir kisah, Risma dipersunting oleh perjaka lain. Dan hal ini membuat Diash bersedih hati.

Lain halnya dengan Permataku yang Hilang Kutemukan Kembali. Cerpen ini merupakan (mungkin) kelanjutan dari Tirai Rindu. Cerita tentang dipertemukannya kembali antara Budi dan Yuli. Dulu di Tirai Rindu, Budi dan Yuli berpisah karena tempat sekolah lanjutan mereka berbeda kota—Budi lanjut ke AKABRI dan Yuli ke Keperawatan. Di cerpen Permataku yang Hilang Kutemukan Kembali, Yuli sudah jadi perawat dan Budi pun sudah jadi tentara. Namun, waktu itu Budi menggunakan nama samaran Diash, untuk menuangkan hobinya di dunia tulis-menulis.

Sedangkan cerpen Kisah Kasih di Sekolah, merupakan cerita yang (kemungkinan) sama dengan Tirai Rindu. Di sini, diceritakan Lisa dan Diash. Yang merupakan siswa-siswi SMP di Makassar. Mereka mempunyai cita-cita yang sama dengan Budi dan Yuli, melanjutkan ke AKABRI dan Keperawatan. Hanya berbeda tokoh dan ditambah dengan sedikit kegelisahan tokoh-tokohnya, tentang Indonesia.

b. Kesamaan Cerita Sepenggal Malam di Dermaga Tua dan Menyingkap Tirai Biru di Tepi Pantai Merpati
Dua cerpen lain yang mempunyai kesamaan adalah Sepenggal Malam di Dermaga Tua dan Menyingkap Tirai Biru di Tepi Pantai Merpati. Keduanya bercerita tentang tokoh A yang mendatangi tokoh B di suatu tempat, si A mencoba menemani si B padahal belum kenal. Setelah mereka berkenalan, jadi begitu akrab. Bahkan langsung timbul perasaan cinta.

Hanya saja, pada Sepenggal Cerita di Dermaga Tua, tokoh Aku adalah laki-laki, dan di Menyingkap Tirai Biru di Tepi Pantai Merpati tokoh Aku adalah perempuan. Persamaan di antara keduanya, dapat dilihat pada bagian ini:

Tokoh Aku “sok kenal” dengan tokoh lawannya. Mereka berkenalan. Saling bercerita dengan lancer. Tanpa ada tedeng aling-aling. Seperti bercerita dengan sahabat atau kekasihnya. Padahal, baru kaliitu mereka bertemu. Kedua cerpen itu, bercerita demikian.

3. Cerita-Cerita Lainnya
Selain cerita-cerita di atas, yang terkesan sama dan berkaitan. Ada juga cerita lainnya. Seperti, Kasih di Tanjung Bira, Nostalgia di Kampus Merah, Rindu Biru, Ketika Musim Hujan Tiba, dan Desember Kenangan. Kelima cerpen ini yang sedikit berbeda dengan yang lain.

Kasih di Tanjung Bira, bercerita tentang sepasang kekasih yang gelisah dengan keadaan mereka. Sebagai guru yang bergaji kecil, mereka sangat mengharapkan adanya sertifikasi guru benar-benar terwujud. Ditambah lagi, tokoh Aku yang seorang duda beranak tiga, belum mendapat restu dari  orangtua Maryam, kekasihnya. Di dalam cerpen ini juga disinggung tentang kerja pemerintah dalam menangani masalah gaji guru yang kecil, dan pengurusan sertifikasi yang ribet.

Nostalgia di Kampus Merah, kembali menceritakan kegelisahan Said terhadap pemerintahan di Indonesia. Bagaimana hukum dalam menangani kasus korupsi, yang kurang pecus. Melalui tokoh Aku dan Santi, yang berkuliah di Fakultas Hukum. Said mengemas cerita cinta ini menjadi lebih menarik. Karena perbincangan antara tokoh Aku dan Santi, tidak hanya soal perasaan cinta mereka, tetapi juga tentang masa depan mereka. Santi sebagai Hakim dan si Aku sebagai Jaksa. Mereka bertekad untuk memerangi korupsi dan menghukum koruptor seberat-beratnya, pada waktunya mereka berhasil nanti.

Rindu Biru menceritakan kenangan si Aku ketika dirawat di rumah sakit, ketika ia menemani tantenya yang sedang sakit. Kenangan ketika si Aku sakit bronkritis dan ada seorang perempuan yang selalu memperhatikannya. Perempuan itu tengah menunggu pamannya, tepat di samping kamar yang bersebelahan dengan kamar si Aku. Komunikasi mereka hanya melalui tatapan mata dan senyuman. Semakin hari, semakin si Aku yakin, jika ia mencintai si perempuan, Tia. Namun, malangnya, Tia dijodohkan oleh orangtuanya. Sehingga cinta mereka tidak  bisa bersatu.

Ketika Musim Hujan Tiba lain lagi. Ini bercerita tentang tokoh Aku, Athira dan Sinta. Mereka adalah sahabat satu fakultas. Mereka selalu bersama-sama. Ketika itu, sedang musim hujan, sedang mereka hanya naik angkot. Mereka harus hujan-hujan-an sebelum dapat angkot. Dengan sedikit bercanda, si Aku berkata, jika tidak ingin kehujanan itu naik mobil Avanza. Maka, keesokan harinya, Athira langsung menggunakan mobil tersebut ke kampus. Hal ini membuat si Aku merasa bersalah. Namun, rasa bersalahnya ini yang mengantarkan kedekatan antara si Aku dengan Athira. Dan seperti di cerpen-cerpen yang lain dalam buku ini, kisah mereka berakhir dengan perpisahan. Athira melanjutkan kuliah di STIE Yogyakarta, sedang si Aku tidak melanjutkan lagi.

Desember Kenangan, sebagai cerpen penutup dalam buku ini, bercerita tentang kenangan Imran dengan Anggia. Waktu itu hujan lebat, Imran menunggu took bukunya yang tetap ramai dikunjungi pelanggan. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang hendak kuliah, namun berteduh di depan tokonya. Melihat hal itu, Imran mempersilakan Anggia masuk dan mereka bercerita tentang banyak hal. Ketika hujan tinggal gerimis, Anggia melanjutkan perjalanannya ke kampus. Imran meminjaminya paying. Namun nahas, ketika hendak menyeberang jalan, Anggia tertabrak mobil. Imran segera membawanya ke rumah sakit. Setelah beberapa bulan, Imran mendapat surat dari Anggia, yang mengabarkan bahwa ia pindah ke Surabaya ikut dengan keluarganya.

Dari uraian-uraian di atas, ada beberapa hal yang dapat digaris bawahi. Bahwa Said mampu mengemas cerita-ceritanya yang berpokok pada satu peristiwa, menjadi beberapa cerita yang menarik.

Prasangka saya tentang cerita Said berpokok pada satu peristiwa didasari pada beberapa kali menggunakan “tanda-tanda” yang sama. Seperti, tokoh Diash/Diazh sebagai penulis, Indah sebagai adik, latar tempat di (Makassar, Ternate, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta), ide cerita yang sama di beberapa cerpen, dan antarcerpen aada satu benang merah yang menghubungkannya menjadi satu jalinan cerita yang lebih panjang.

Satu hal yang disayangkan dalam buku ini adalah Said menulisnya dengan “asal curhat”. Maksudnya, seperti sedang menulis diary, ada beberapa ejaan yang kurang diperhatikan. Hal ini  membuat sedikit kurang nyaman ketika dibaca.

Semoga catatan kecil ini bermanfaat. Salam!
PKM FBS UNY, 18 Maret 2015
Andrian Eksa
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta.

Berlangganan update artikel terbaru via email:



Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2



Iklan Bawah Artikel