PUISI: Sembilu Rindu | Aliran Perjalanan - PUSTAKA PUITIKA -->

PUISI: Sembilu Rindu | Aliran Perjalanan


SEMBILU RINDU

mengingatmu seperti menyentuhkan
ujung jemari ke miang di buluh bambu
kurasakan sulur rambut lembut
menyusup, hendak merenggut
kesadaranku dalam merintis setapak arah
ke depan, di alur getar cahaya
yang masih tersimpan dalam genggaman cakrawala

adalah kejumudanku, yang tak kuasa
menghindar dari pukat kutukan
peramalan bulan penandaan tahun
mengarus pada penghambaan bertubi
hingga membentur remang pandang
rabun yang gugup dan gamang
buat merekam sebersit terang

suara gesekan batang batang dan daun daun bambu
yang terjamah angin timur
adalah nada terengah keresahanku
yang tak terliput oleh telinga musim
makin renta dan memberat
mengekal, hingga bersemayam igau pasi
menumpuk tertabung di sepanjang umur

tubuh kemarau pun menindih wajah siang dan malam
lalu memasuki jam dinding di ruang tengah rumah
mengusapi detik, membuai detak jantung
memilin kata kata dari utas kesangsian
menguarkan keganjilan ilusi
dan terik yang membuahi kesiaan hari

adalah rindu, adalah sembilu
mengiris menyayat nadi waktuku
meneteskan darah pekat mimpi
mengucur, menderas
mengalir ke bawah kaki cuaca
yang makin menggigil dan sepi

Bekasi, 2015

ALIRAN PERJALANAN

aku tak tahu apakah aku pernah sungguh berjumpa
atau hanya jumpalitan khayal yang menghisap rasaku
hingga senantiasa segala gerakku menjadi penyebutan
pada namamu. seperti ribuan butir kegirangan menyusup
ke dalam seluruh pori tubuhku, memasukkan aksara
aksara yang telah terhimpun dan tertata menjadi candu.

aku pun tak sepenuhnya menyadari mulai kapan diri ini
terinkubasi getar getar yang datang menggelombang, juga
pijar yang mengemanasi kegulitaanku. pada derajat saat
yang mana mula mengeja keberadaanmu, mengidap
ketergantungan, semesta menjadi bayangmu, yang
merangkum seluruh arah mata angin dan menjadi kiblat
bagi tualang darahku.

tak apa abadi pencarian ini, dan dahaga menjadi tanda.
tak perlu engkau meleleh ke dalam kenyataan, menjadi
kota dengan segala fasilitas yang sangsi dan fana. atau
menjadi prosa yang menjulang dalam kobar sementara,
basa basi perjumpaan dan sumpah retorika, dan
kemudian terhempas dalam jawaban, menjadi beku dan
diam, hilang getaran, lalu lenyap semua kata tak bersisa.

maka biarlah hanya sekerlip cercah yang kutangkap, dan
kau tetap menjadi puisi, sebagai desa rimbun yang
tersembunyi, mengekal dalam hijab misteri. tetaplah
napas ini dalam tekun dan gigih menjalani sebagai bakti,
memaknai waktu dengan kelahiran beruntun dari untaian
desir yang tak terbeban akan tujuan. detak jantung
menyusun birama yang mendedahkan irama bagi
pemujaan kepadamu, hingga bumi langit mabuk terkesima
dan turut menjalinkan nada menjadi harmoni tak terlupa.

Bekasi, 2015

SAJAK KAYU BAKAR

aku tahu aku akan menjadi arang
namun telah kutabukan terbitnya erang

dari kejauhan hutan atau dekat kebun
dari berbagai ranah teduh yang rimbun
aku berasal sebagai tegak pepohonan
diliputi lebat ikal daun daun harapan

sebagai bagian ranting dan dahan
aku menuju kering dengan perlahan
mencoba meniru mereka yang berpuasa
menahan segala amuk terik dan dahaga

pada kesepian semula yang temaram
menempuh setapak sunyi yang diam
lewat kegembiraan apa takdir kuturutkan
selain kepada api sebagai penyucian

kuikuti alur perjalanan yang sekejap
sejengkal demi sejengkal menyingkap hijab
mengusaikan waktu utas kembara
menanakkan doa doa dengan bara

dari tubuhku yang terbakar
aku hendak kirimkan kabar
mencintai yang dikandung usia
berakhir di kefanaan remah sisa

akhirnya nyala itu pun padam
segala ingatan akan tenggelam
terlepas semua yang bersama hayat
kembali tersimpul pada gulungan ayat

aku tahu aku akan menjadi arang
namun telah kutabukan terbitnya erang

Jakarta, 2015

SAJAK JARAK

dari masing masing bukit berkabut
kita mengulurkan tangan doa
untuk menembus sekat sekat musim

pada gugusan mendung yang batu
ketukan kata kita menjelma sepoi angin
melumuri waktu semakin dingin

kita adalah dua pulau yang terdiam
menggigil tanpa gumam
dibatasi selat air mata

Jakarta, 2015
 

PULANG KEPADA RINDU
terima kasih kau telah mengantarku pulang
kepada rindu yang terus mengajak berjalan
buat melanjutkan lagi petualangan

Jakarta, 2014
 

RESIDU RINDU
ada yang menuju dasar
mengendap, melekap
denyut yang terperangkap, tersekap
menjelma kerak gelepar

semenjak lalumu
melesat, menjatuhkan sesat
kau telah terikat
menuju jalanmu

Jakarta, 2014

 
ATOM KESEPIAN
kita adalah sekumpulan atom kesepian
di dalam keluasan ruang jagat kecil
yang kesulitan menjalin hubungan untuk menjadi molekul

dan kita pun selalu gagap menerjemahkan kejadian
yang acap berontak meminta kesendirian
sedangkan kebersamaan merupakan perubahan kimia

Bekasi, 2014

TERSEKAT
aku basa kuat
kau asam kuat
yang ditabukan untuk bermimpi
bersua dalam persamaan reaksi

Bekasi, 2014
 

GELAS REAKSI
apakah aku gelas reaksi
yang menampung air matamu
untuk dididihkan di sajak pilu

nyala api mulai tersuar merah
kapilaritas mulai tersendat
spititus di kaleng harapan mulai tiris

Bekasi, 2014
 

SETEGUH PUISI
jadilah seperti puisi
yang terus menegak diri
melintasi putaran zaman
dengan kesetiaan

jadilah seperti puisi
yang tekun meneguh hati
menyampaikan pesan kearifan
dalam kesunyian

Jakarta, 2014
Budhi Setyawan, lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 9 Agustus 1969. Mengelola komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB). Tinggal di Bekasi, Jawa Barat. Webblog sastranya: www.budhisetyawan.wordpress.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:



Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2



Iklan Bawah Artikel